Banjarmasin – Minggu, (06/04/2025) Di saat Presiden Republik Indonesia menyerukan efisiensi anggaran belanja negara dan menekan gaya hidup mewah di kalangan pejabat publik, Pemerintah Kota Banjarmasin justru memilih jalan yang berlawanan.
Sebuah proyek "penyempurnaan" rumah dinas (rumdin) Wali Kota Banjarmasin kembali mencuat ke publik setelah laporan menyebutkan bahwa proyek pembangunan pagar dan penataan landscape-nya menelan biaya hingga Rp2 miliar.
Pengalokasian dana sebesar itu untuk keperluan estetika pejabat bukan hanya mencerminkan ketimpangan prioritas, namun juga menjadi ironi di tengah berbagai persoalan krusial kota yang belum terselesaikan.
Salah satunya adalah persoalan sampah yang hingga kini belum menemukan titik terang.
Banjarmasin masih berkutat dengan permasalahan sampah yang akut.
Volume sampah meningkat setiap hari, TPS penuh, armada pengangkut terbatas, hingga minimnya edukasi dan infrastruktur daur ulang.
Bahkan, warga di sejumlah wilayah mengeluhkan bau menyengat dan tumpukan sampah yang tak terangkut berhari-hari. Ini bukan masalah kecil, melainkan darurat ekologis.
Ungkap ketua umum Ikatan Mahasiswa Banjarmasin (IKMBAN) Pinky Manarul Alam "Daripada menghabiskan Rp2 miliar untuk pagar dan taman rumah dinas, kenapa tidak dialihkan untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah? Armada truk bisa ditambah, TPS bisa dibangun, bahkan edukasi masyarakat bisa digencarkan,"
Foto-foto megahnya rumah dinas Wali Kota yang viral di media sosial memperlihatkan bangunan bergaya klasik modern dengan tiang-tiang tinggi bak istana.
Kini, bangunan itu akan dipercantik lagi dengan lanskap dan pagar yang menguras miliaran rupiah dari APBD.
Sementara itu, jalan-jalan di kawasan padat penduduk masih rusak, gang sempit belum tersentuh paving, dan drainase mampet masih jadi langganan banjir saat hujan turun.
Kontras ini makin mencolok dan menyulut kritik dari berbagai kalangan.
Bagi banyak warga, rumdin bukanlah prioritas utama, apalagi jika dibandingkan dengan permasalahan nyata yang mereka hadapi sehari-hari.
Dalam suasana fiskal nasional yang ketat, penggunaan anggaran harus lebih selektif dan berdampak. Warga Banjarmasin butuh solusi konkret, bukan simbol kemewahan yang tak menyentuh kehidupan mereka.
"Ini mencerminkan kebijakan elitis yang tidak peka terhadap kondisi sosial masyarakat.
Rp2 miliar bisa untuk program pengurangan sampah plastik, pembangunan bank sampah, atau fasilitas pengolahan limbah yang layak bagi masyarakat."
Rakyat Bertanya, DPRD Harus Menjawab
Kini, giliran DPRD Kota Banjarmasin harus bersuara.
Jangan sampai lembaga legislatif hanya menjadi stempel proyek eksekutif tanpa ada fungsi kontrol yang nyata. Warga menuntut transparansi penggunaan anggaran dan audit menyeluruh atas proyek ini.
Sementara itu, Wali Kota dan jajarannya perlu merefleksikan ulang arah pembangunan yang mereka tempuh.
Pagar yang indah dan taman yang rapi memang menyenangkan mata, tapi bukan itu yang menjadi ukuran keberhasilan pemerintahan.
Kepekaan sosial, keberpihakan pada masyarakat bawah, dan kebijakan yang solutif adalah esensi dari kepemimpinan yang visioner.
Waktunya Menggeser Prioritas: Dari Elitisme ke Kerakyatan
Banjarmasin butuh kebijakan yang berpihak. Bukan pada kursi kekuasaan, tapi pada nasib warganya.
Dan itu tak akan tercapai selama gaya hidup mewah pejabat masih dipelihara dengan dalih “penyempurnaan fasilitas”.
Jika benar ingin meninggalkan warisan, tinggalkanlah kota yang bersih, rakyat yang sejahtera, dan anggaran yang digunakan dengan amanah. Bukan sekadar pagar yang tinggi dan taman yang indah di halaman rumah dinas.(rilis)