Banjarmasin – Surat somasi yang dilayangkan oleh salah satu Kantor Pengacara terhadap pemilik SPBU Ibu Nurul di Desa Tabunio, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut, memicu polemik.
Hal tersebut terungkap saat Konferensi Pers yang mengundang beberapa awak media cetak dan online tersebut di Ungkap Bujino A. Salan K., S.H., M.H. kuasa hukum dari pemilik Hj.Nurul.T.
Bujino A. Sahlan, seorang pengacara yang mewakili pengusaha minyak setempat, mempertanyakan dasar hukum somasi tersebut dalam konferensi pers di Cafe KOI, Banjarmasin, Sabtu (18/01/2025).
Bujino, mengungkapkan bahwa MN, pemberi kuasa kepada saudara A.I ternyata tidak memiliki hubungan langsung dengan Ibu Nurul. “Dari hasil konfirmasi, MN mengaku tidak mengenal Nurul maupun Kepala Desa Tabunio. Informasi yang ia miliki berasal dari seorang warga bernama ZK yang hanya pengguna BBM subsidi. Artinya, tidak ada hubungan hukum di sini,” kata Bujino.
Pengacara senior ini menilai tindakan tersebut berpotensi masuk ke ranah pidana.
“Jika tidak ada hubungan hukum, maka ini bisa diartikan sebagai sarana pungli atau bahkan pemerasan,” tegasnya.
Somasi itu ditujukan kepada ibu Nurul atas dugaan penyelewengan BBM bersubsidi. Surat tersebut menuntut klarifikasi dengan ancaman laporan ke pihak kepolisian, Hiswana Migas, KPK, dan Pertamina.
Namun, Bujino membantah tuduhan itu. “Saat ini, distribusi BBM subsidi menggunakan barcode dan sistem digital. Sulit untuk melakukan penyelewengan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti mekanisme distribusi BBM subsidi. Menurutnya, seluruh proses, mulai dari usulan nelayan ke kepala desa hingga rekomendasi dari dinas perikanan, telah diatur secara ketat. “Quota BBM sebanyak 110 ribu liter pun dikeluarkan sesuai kebutuhan, bukan diselewengkan,” tambahnya.
Meski demikian, Bujino memberikan saran kepada MN untuk mencabut surat kuasa yang telah diberikan kepada pengacaranya. “Jangan sampai menjadi alat orang lain. Jika terus berlanjut, ini bisa berujung pada konsekuensi hukum,” pungkasnya.
Kasus ini menyoroti isu distribusi BBM bersubsidi dan potensi penyalahgunaan kuasa hukum di tingkat masyarakat. Langkah hukum lanjutan masih dipertimbangkan oleh pihak Bujino
Sementara Kades Tabonio,Mardiansyah mengatakan surat somasi itu tidak melalui jalur resmi perangkat desa.
“Malam sebelumnya, Bu Nurul menunjukkan surat somasi tersebut kepada saya. Biasanya, jika ada sesuatu yang bersifat resmi, saya pasti diberitahu. Namun, dalam kasus ini, surat itu sepertinya tidak melalui aparat desa,” jelasnya.
Dan juga menurutnya, surat tersebut bersifat personal dan tidak mewakili suara nelayan di Desa Tabunio.
“Surat itu bukan representasi para nelayan. Saudara JK yang disebut dalam surat, sebenarnya bukan nelayan. Dia memiliki kerjasama dengan pihak lain yang saya sendiri tidak tahu detailnya.
Sebagai kepala desa, saya bersikap netral terkait masalah solar ini. Yang terpenting, nelayan di Tabunio mendapatkan solar sesuai jadwal sehingga keberangkatan mereka melaut tidak terganggu,” ujar Mardiansyah.
Kepala desa itu juga menyampaikan harapannya agar penyalur solar lebih memperhatikan kebutuhan nelayan. “Kami berharap distribusi solar berjalan lancar dan tepat waktu, sehingga tidak ada laporan keluhan dari nelayan kepada pemerintah desa,” tambahnya.
H. Anang Misran, Ketua Gerakan Pemuda Asli Kalimantan (GEPAK) Kalsel, turut memberikan pandangannya. Ia mengaku telah beberapa kali melakukan pengecekan langsung ke Desa Tabunio dan berdialog dengan para nelayan terkait distribusi solar.
“Awalnya kami menerima laporan terkait kendala penyaluran solar. Namun, setelah kami turun langsung ke lapangan, ternyata kebutuhan solar untuk nelayan tetap terpenuhi, meski kadang ada keterlambatan,” jelasnya.
Anang mengkritik keberadaan surat somasi tersebut. “Saya heran dengan surat somasi ini. Seolah-olah ada yang ingin memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi. Kami sudah bertemu dengan pihak kepolisian dan melakukan pengecekan langsung ke lokasi. Hasilnya, tidak ditemukan masalah terkait penyaluran solar oleh Ibu Nurul,” tegasnya. (rls/Lnk)